Aspirin atau asam asetil salisilat selain berfungsi sebagai analgetik (penghilang rasa nyeri), juga digunakan sebagai antiplatelet untuk terapi stroke. Aspirin bekerja dengan menghambat pembentukan tromboksan. Tromboksan merupakan senyawa yang berperan dalam pembekuan darah. Dengan dihambatnya tromboksan, maka terjadi hambatan pembekuan darah. Hambatan dalam proses pembekuan darah diharapkan dapat melancarkan aliran darah menuju otak yang tersumbat. Untuk terapi penyakit stroke, aspirin diberikan dalam dosis rendah. Hal ini dikarenakan pada pemberian dosis tinggi, aspirin berisiko menyebabkan terjadinya perdarahan yang tentunya akan memperparah kondisi pasien.
Perlu diperhatikan bahwa aspirin merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase secara tidak selektif, sehingga selain menghambat pembekuan darah, aspirin juga menghambat kerja prostaglandin sebagai salah satu faktor pelindung dinding saluran cerna. Oleh karenanya, aspirin harus diminum sesudah makan agar tidak mengiritasi lambung dan dihindari penggunaannya pada pasien dengan tukak lambung berat.
Aspirin sebaiknya tidak digunakan untuk pasien dengan penyakit asma karena aspirin mempunyai efek samping bronkospasme (penyempitan pada saluran pernafasan) yang dapat memperparah asma yang diderita pasien. Jadi, pasien asma yang mengalami stroke dapat menggunakan antiplatelet lain, misalnya klopidogrel, dipiridamol, tiklopidin, atau silostazol dengan tetap memperhatikan peringatan, kontraindikasi dan efek samping dari masing-masing obat.
Perlu diingat, bahwa penggunaan aspirin sebagai terapi penyakit stroke bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan stroke akibat sumbatan aliran darah, karena itu harus diminum secara teratur walaupun pasien sudah dinyatakan sembuh dari stroke. Kepatuhan penggunaan obat pada penderita stroke sangat penting untuk mencegahnya terjadinya serangan stroke berulang.
http://piogama.ugm.ac.id